I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah adalah produk transformasi
mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk,
iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri
bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya
(Winarso, 2005).
Tanah adalah lapisan
permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang
tegak tumbuhnya tanaman danmenyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi
berfungsi sebagai gudang danpenyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan
anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu,
Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang
berpartisipasi aktif dalampenyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu
tumbuh, proteksi) bagi tanaman,yang ketiganya secara integral mampu menunjang
produktivitas tanah untuk menghasilkan
biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan,industri
perkebunan.
Tanah
juga merupakan alat produksi untuk menghasilkan produksi pertanian. Sebagai alat
produksi tanah memiliki peranan-peranan yang mendorong berbagai kebutuhan diantaranya adalah sebagai alat produksi, maka
peranannnya yaitu sebagai tempat pertumbuhan tanaman, menyediakan
unsur-unsur makanan, sumber air bagi tanaman, dantempat peredaran udara. Tanah
mempunyai ciri khas dan sifat-sifat yang berbeda-beda antaratanah di suatu tempat
dengan tempat yang lain. Sifat-sifat tanah itu meliputi fisika dan sifatkimia.
Beberapa sifat fisika tanah antara lain tekstur, struktur dan kadar lengas
tanah. Untuk sifat kimia menunjukkan
sifat yang dipengaruhi oleh adanya unsur maupun senyawa yangterdapat di
dalam tanah tersebut. Beberapa contoh sifat kimia yaitu reaksi tanah(pH),
kadarbahan organik dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)
Tanah mineral adalah
tanah-tanah yang berasal dari pelapukan bahan induk tanah berupa batuan. Tanah mineral
dibedakan menjadi 5 kelas tekstur tanah berdasarkan ukuran fraksi tanahnya,
yaitu : tanah bertekstur halus, agak halus, sedang, agak kasar dan kasar.
Semakin halus klas tekstur tanah maka fraksi tanah yang lebih mendominasi
adalah fraksi liat sedangkan semakin kasar kelas tekstur tanah maka fraksi
tanah yang lebih mendominasi adalah fraksi pasir.
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia
dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin,
mire, dan lain-lain.
Reaksi
tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam atau
basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan
biokimia tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju
dekomposisi mineral tanah dan bahan organik, pembentukan mineral lempung bahkan
pertumbuhan tanaman. Pengaruh tidak lansungnya terhadap kelarutan dan
ketersediaan hara tanaman. sebagai contoh perubahan konsentrasi fosfat dengan
perubahan pH tanah. Konsentrasi ion H+ yang tinggi bisa meracun bagi tanaman.
Secara teoritis, angka pH berkisar antara 1 sampai 14. Angka satu berarti kepekatan ion hidrogen di dalam tanah ada 10 ‑ 1 atau 1/10 gmol/l. Tanah pada kepekatan ini sangat asam. Sementara angka 14 berarti kepekatan ion hidrogennya 10‑14 gmol/l. Tanah pada angka kepekatan ini sangat basa.
Secara teoritis, angka pH berkisar antara 1 sampai 14. Angka satu berarti kepekatan ion hidrogen di dalam tanah ada 10 ‑ 1 atau 1/10 gmol/l. Tanah pada kepekatan ini sangat asam. Sementara angka 14 berarti kepekatan ion hidrogennya 10‑14 gmol/l. Tanah pada angka kepekatan ini sangat basa.
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya
konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam
tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain
ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+.
pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada
tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama
dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral
sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis.
Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia umumnya
tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5
sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di
daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang
dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat.
Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih
dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991).
Tanah mineral umumnya memiliki pH yang mendekati netral atau
bahkan ada beberapa jenis tanah mineral yang bersifat alkalis. Hal ini
dikarenakan tidak adanya sedikitnya unsur-unsur yang menjadi penyebab kemasaman
pada tanah mineral. oleh karena itu tanah-tanah mineral umumnya sangat baik
untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman budidaya khususnya tanah-tanah yang
mengandung fraksi liat yang tinggi. Permasalahan budidaya yang terjadi pada
tanah mineral biasanya bukan terdapat pada reaksi tanah (sifat kimia) melainkan
sifat fisik tanahnya yang umumnya didominasi oleh fraksi pasir sehingga
unsur-unsur hara yang terkandung didalamnya cepat mengaalami pelindian atau
pencucian.
Tanah gambut mempunyai
pH yang rendah yang berkisar antara 3 - 5, dan menurun bersama jeluk..
Dijumpainya pH yang relatif tinggi (sekitar 5) adalah akibat seringnya
dilakukan pembakaran seresah di atas tanah. Tanah gambut yang digenangi untuk
budidaya padi sawah akan meningkat pH-nya. Ketersediaan unsur-unsur hara
terutama hara makro N, P dan K dan sejumlah hara mikro dalam tanah gambut
rendah sampai sangat rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut relatif
tinggi (115 - 270 me.%), tetapi relatif rendah bila dihitung atas dasar volume
tanah di lapangan. Kejenuhan basa tanah gambut relatif rendah, yakni 5,4 - 13,6
% sedangkan nisbah C/N relatif tinggi yakni berkisar antara 24,0 - 33,4
(Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).
Secara umum kemasaman tanah gambut
berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan organik maka kemasaman gambut
meningkat. Gambut pantai memiliki kemasaman lebih rendah dari gambut pedalaman.
Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan menyebabkan kekahatan hara N, P, K,
Ca, Mg, Bo dan Mo. Unsur hara Cu, Bo dan Zn merupakan unsur mikro yang
seringkali sangat kurang (Wong et al, 1986, dalam Mutalib et al,
1991). Kekahatan Cu acapkali terjadi pada tanaman jagung, ketela pohon dan
kelapa sawit yang ditanam di tanah gambut.
Tanah gambut dengan kubah gambut yang tebal umumnya
memiliki kesuburan yang rendah dengan pH sekitar 3,3 namun pada gambut
tipis di kawasan dekat tepi sungai gambut semakin subur dan pH berkisar 4,3
(Andriesse, 1988). Kemasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam asam
organik yang terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada
kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang
menyebabkan tingginya kemasaman gambut. Selain itu terbentuknya senyawa fenolat
dan karboksilat dapat meracuni tanaman pertanian (Sabiham, 1996). Jika tanah
lapisan bawah mengandung pirit, pembuatan parit drainase dengan kedalaman
mencapai lapisan pirit akan menyebabkan pirit teroksidasi dan menyebabkan
meningkatnya kemasaman gambut dan air disaluran drainase.
Kapasitas tukar kation
(KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan
tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik
rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat
beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya
KTK tanah dipengaruhi oleh : reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis
mineral liat, bahan organik dan, pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas
tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam
liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
Kation adalah ion
bermuatan positif seperti : Ca 2+,
Mg 2+, Na+, NH4
+,H+ dan Al3+.
Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air
tanah atau terjerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation
(dalam milliekivalen) yang dapat dijerap
oleh tanah per satuan berat tanah (per
100 gr) dinamakan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Kation-kation yang
telah dijerap oleh koloid tersebut sulit tercuci air gravitasi, tetapi dapat
digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah, hal ini yang
dinamakan pertukaran kation. Satuan KTK
adalah me 100 gr-1. (Hardjowigeno, 2003).
Pada tanah mineral ukuran
fraksi liat (mineral liat) adalah kurang
dari 2 mikron sedangkan liat yang bersifat koloid berukuran < 2 m,
berarti tidak semua fraksi liat dapat dikatakan koloid. Mineral liat dalam
tanah terbentuk karena :a)
Rekristalisasi sintesis dari senyawa-senyawa hasil pelapukan mineral
primer atau b) Alterasi (perubahan) langsung dari mineral primer yang telah ada
(misal mika menjadi Ilit). Sifat dan unsur dari koloid liat antara lain :
umumnya berbentuk Kristal, bermuatan
unsur dan sebagian kecil bermuatan positif, menjerap air serta menjerap dan mempertukarkan kation,
mempunyai permukaan yang luas. (Hardjowigeno, 2002)
Tanah gambut memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi, bahan
organik yang telah melapuk sempurna dan berukuran koloid disebut humus (koloid
organik). Koloid organik (humus) adalah bahan organik yang tidak dapat melapuk
lagi dan ukurannya sangat kecil. Koloid humus seperti
halnya koloid liat juga bermuatan negetif, perbedaan utama dari koloid unsur
dengan koloid anorganik adalah bahwa
humus tersusun dari oleh C, H dan
O sedang liat tersusun dari Al, Si, dan O. Humus bersifat amorft, mempunyai KTK
yang lebih tinggi dari mineral liat, sumber muatan unsur ini diduga berasal
dari gugus karboksil ( - COOH) dan
Fenolik (-- OH).
Muatan dalam humus
adalah muatan bergantung pH, dalam keadaan masam H+ diikat kuat dalam dalam gugusan karboksil atau phenol, tetapi ikatan
tersebut menjadi lemah apabila pH menjadi lebih tinggi, akibatnya disosialisasi
H+ meningkat dengan naiknya pH tanah, sehingga muatan unsur dalam
koloid humus yang dihasilkan meningkat pula.
Koloid humus inilah
yang sangat berperan dalam sistem pertukaran kation pada tanah gambut, ukuran
partikelnya yang sangat kecil menyebabkan jumlah total luas permukaannya
semakuin besar sehingga jumlah kapasitas tukar kation pada tanah gambut menjadi
sangat tinggi. Akan tetapi KTK yang tinggi pada tanah gambut tidak terlalu
bagus untuk budidaya tanaman dikarenakan kation-kation yang dipertukarkan dalam
konteks jerapan tanahnya berupa asam-asam organik dan ion logam berat yang
dapat meracuni tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut relatif tinggi
(115 - 270 me.%), tetapi relatif rendah bila dihitung atas dasar volume tanah
di lapangan. Kejenuhan basa tanah gambut relatif rendah, yakni 5,4 - 13,6 %
sedangkan nisbah C/N relatif tinggi yakni berkisar antara 24,0 - 33,4 (Suhardjo
dan Widjaja-Adhi, 1976).
Tanah gambut
memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang sangat tinggi (90-200 me/100 gr)
namun kejenuhan basa (KB) sangat rendah, hal ini menyebabkan ketersedian hara
terutama K, Ca, dan Mg menjadi sangat rendah. Everret (1983)
mengemukakan bahwa Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah gambut pada umumnya sangat
tinggi, biasanya lebih dari 100 cmol kg-1 tanah.
Kejenuhan basa adalah
perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas tukar
kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah
kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis.
Tampaknya terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan
tetapi hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation
yang diserap. Tanah dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan,
akan memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada permukaan koloid (Anonim 1991).
Nilai Kejenuhan
Basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation yang ditempati
oleh kation-kation basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium. Nilai
KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan
menurun dan kesuburan tanah akan meningkat dengan meningkatnya KB. Laju
pelepasan kation terjerap bagi tanaman bergantung pada tingkat KB suatu tanah.
Suatu tanah dikatakan sangat subur jika KB-nya lebih besar dari 80%, kesuburan
sedang jika KB-nya berkisar antara 50% sampai 80%,
dan dikatakan tidak subur jika KB-nya kurang dari 50% (Tan, 1993).
1.2.Tujuan
Praktikum
Untuk mengetahui
perbedaan kadar pH (derajat kemasaman tanah), kapasitas tukar kation (KTK),
kejenuhan basa (KB) dan kadar posfor (P) pada tanah mineral dan tanah gambut.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Kemasaman Tanah (pH)
Larutan
tanah adalah air tanah yang mengandung ion-ion terlarut yang merupakan hara
bagi tanaman . konsentrasi ini sangat beragam dan tergantung pada jumlah ion terlarut
serta jumlah bahan pelarut atau air. Diwaktu musim kering dimana
air banyak menguap maka konsentrasi garam akan bertambah , hal ini ditemukan di
daerah yang beriklim kering. Sebaliknya didaerah yang basah konsentrasi garam
sering berubah-ubah secara drastis. Kadar garam yang tinggi berbahaya bagi
pertummbuhan tanaman . kadar garam sebanyak 0,5 % saja sudah
bebahaya bagi tanaman karena kadar tersebut sama dengan 10 ton garam
di lapisan 20 cm teratas (lapisan olahan). (Rismunandar, 2001)
Reaksi
tanah yang penting adalah masam , netral atau alkalin. Pernyataan ini
didasarkan pada jumlah ion H dan OH dalam larutan tanah . bila didalam tanah
ditemukan ion H lebih banyak dari ion OH , maka disebut masam. Bila ion H sama
dengan OH , maka disebut netral , dan bila ion OH lebih banyak dari ion H maka
disebut alakalin.
Untuk
meragamkan pengertian , sifat reaksi tersebut dinilai berdasarkan konsentrasi
ion H dan dinyatakan dengan pH . dengan kata lain , pH tanah = -log (H) tanah.
Suatu tanah disebut masamdengan 7, dan basa bila lebih dari 7 . bila
konsentrasi ion H bertambah maka ion pH turun dan se3baliknya bila konsentrasi
ion OH bertambah pH naik. Distribusi ion H dalam tanah tidak homogen . ion H
lebih banyak diserap dari pada ion OH , maka ion H lebih pekat didekat
permukaan koloid ., sedangkan ion OH sebaliknyab dengan demikian pH lebih
rendah didekat koloid daripada tempat yang jauh dari koloid. (Agus et.al,2008)
Kisaran
pH tanah dapat dibatasi pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya
terdapat antar pH 3,5 sampai 10 atau lebih, untuk tanah gambut kisaran pH nya
adalah sekitar kurang dari 3,0 , sebaliknya tanah alkalin biasanya bisa
menunjukan pH lebih dari 11,0 . secara sederhana kisaran pH tanah itu
ditunjukan pada gambar 7-3 . kisara pH tanah mineral di daerah basah berbeda
dengan daerah kering . diwilayah basah kisaran pH itu berada antara
sedikit dibawah 5 hingga sedikit diatas 7 . sedangkan di wilayah
kering berada sedikit antara di bawah 7 dan diatas 9. (Hardjowigeno,
2003)
Pertumbuhan
tanaman dipengaruhi pH tanah melalui dua cara yaitu : pengaruh langsung ion
hidrogen dan pengaruh tidak langsung yaitu tidak tersedianya unsur hara
tertentu dan adanya unsur hara yang beracun.
Dari
berbagai hasil penelitian di amerika latin dan puerto rico diketahui
batas maksimum pH tanah kapur ( adam dan pearson , 1967 ) .batas pH yang
dimaksud menunjukan bahwa diatas pH ini tanamanyang bersangkutan tidak lagi
memerlukan kapur. Sebaliknya bila pH tanah dibawah nilai ini pertumbuhannya
akan terganggu jika tidak diberi kapur.
Kebanyakan
tanaman toleran pada pH yang ekstrim, tinggi dan rendah , asalkan dalam tanah
tersebu tersedia hara yang cukup . sayangnya tersedianya unsur
hara yang cukup itu dipengaruhi oleh pH . beberapa unsur hara tidak
tersedia pada pH ekstrim, dan beberapa unsur lainnya berada pada
tingkat meracun .
Perharaan yang sangat
dipengaruhi oleh pH antara lain adalah :
a.
Kalsium
dan magnesium dapat ditukar
b.
Alumunium
dan unsur mikro
c.
Ketersediaan
fosfor
d.
Perharaan
yang bersifat atau berkaitan dengan kegiatan jasad mikro.
2.2.
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Bagian yang paling aktif didalam
tanah adalah partikel-partikel tanah berukuran koloid. Koloid organik dan
anorganik tanah ini bermuatan negative dan dapat menjerap kation, yang dalam
keadaan tertentu dapat terlepas kembali. Koloid tanah dapat menjerap kation.
Jumlah kation yang terjerap tergantung pada susunan kimia dan mineral koloid
tanah.
Muatan negatif koloid mineral
berasal dari valensi-valensi yang pada patahan-patahan mineral, ionisasi
hydrogen dari gugus Al –OH dan subsitusi isomorfik. Sedangkan muatan negative
koloid organic berasal dari ionisasi gugus karboksil dan fenolik.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah jumlah me kation yang dapat
dijerap 100 gram tanah kering mutlak
(berat kering oven 105 C ). Kapasitas
Tukar Kation adalah kemampuan
koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kayion . Penetapan
Kapasitas Tukar Kation (KTK) dapat
dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama , kompleks koloid tanah dijenuhi
dengan suatu kation, misalnya NH4 hingga seluruh kation yang dapat
dipertukarkan dapat dikelurkan dari kompleks jerapan tersebut (NH4) ditukar
secara kuantitatif dengan kation lainya , misalnya Na sehingga jumlah NH4
secara kuantitatif dengan metode Amonium dalam praktikum KTK ini ditentukan
dengan metode Amonium Asetat 1N pH7 dengan cara kerja yang ringkas.
Melalui penetapan KTK, kita juga dapat menentukan
persen kejenuhan basa (KB) adalah perbandingan jumlah me kation
basa (K, Ca, Mg, Na ) dengan me
kapasitas tukar kation ( KTK) .
Kapasitas tukar kation
tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat, kandungan bahan organik,
dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak muatan
tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang masam
menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan
hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif.
Kapasitas tukar kation kaolinit menjadi sangat berkurang karena perubahan pH
dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah adalah jumlah kation yang dapat dijerap 100 gram
tanah pada pH 7 (Pairunan, dkk., 1999).
Kation adalah ion
bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan sebagainya.
Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap
oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat
dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan
kapasitas tukar kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh
koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti
oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan
pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan
kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.(Rosmarkam dan
Yuwono, 2002)
Kenyataan menunjukkan
bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah sejenisnyapun
berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu
sendiri yang antara lain adalah: 1.) Reaksi tanah atau pH; 2.) Tekstur Tanah
atau Jumlah Liat; 3.) Jenis Mineral Liat; 4.) Bahan Organik; dan 5.) Pangapuran
dan Pemupukan (Hakim, dkk., 1986).
Pada kebanyakan tanah
ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan berubahnya pH tanah. Pada pH
rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang
ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif
rendah.(Harjowigeno, 2002) KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat.
Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah
besar. Makin halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat dan koloid
organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya tekstur kasar seperti
pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid
organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah bertekstur
halus.(Hakim, 1986)
Pengaruh bahan organik
tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah. Telah dikemukakan bahwa organik
mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat. Berarti
semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah KTKnya.(Rosmarkam
dan Yuwono, 2002) Masukan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada tanah-tanah yang
bermuatan tergantung pH, seperti tanah kaya montmorillonit atau koloid organik,
maka KTK akan meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk-pupuk
tertentu dapat menurunkan pH tanah, sejalan dengan hal itu KTK pun akan turun.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh pengapuran dan pemupukan ini
berkaitan erat dengan perubahan pH, yang selanjutnya memperngaruhi KTK tanah
(Hakim, dkk., 1986).
Berdasarkan
pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
1. KTK
koloid anorganik atau dikenal sebagai KTK liat tanah,
KTK liat adalah jumlah
kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat)
yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai
contoh:
a. Liat Kaolinit memiliki
nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
b. Liat Illit dan Liat
Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
c. Liat Montmorillonit,
memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
d. Liat Vermikullit,
memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.
2. KTK
koloid organik atau dikenal sebagai KTK bahan organik tanah, dan
KTK
koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation
yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif. Nilai
KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik.
Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100
g.
3. KTK
total atau KTK tanah.
KTK
total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang
dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid
organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).
2.3.
Kejenuhan Basa (KB)
Tanah
adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan
sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan
lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro),
topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang
dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia,
biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kejenuhan
basa adalah perbandinagn antara kation basa dengan jumlah kation yang dapat
dipertukarkan pada koloid tanah . kejenuhan basa juga mencerminkan
perbandunagan antara kation basa dengan kation hidrogen dan alumunium .berarti
semakin kecil kejenuhan basa semakin masam pula reaksi tanah tersebut atau pH
nya makin rendah . kejenuhan basa 100% mencerminkan pH tanah yang netral, kurang
dari itu mengarah ke pH tanah masam, sedangkan lebih dari itu mengarah ke basa. (Hardjowigeno, 2002).
Terdapat korelasi yang
positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya terlihat bahwa kejenuhan
basa tinggi jika pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering
biasanya mempunyai kejenuhan basa yang tinggi daripada tanah-tanah didaerah
iklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H+.Kejenuhan
basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan
pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa.
Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya >80%, berkeseburan
sedang jika kejenuhan basanya antara 80% dan 50% dan tidak subur jika kejenuhan
basanya <50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan
basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan
kejenuhan basa 50%. Pengapuran adalah cara umum untuk meningkatkan persen
kejenuhan basa tanah. (Hardjowigeno, 2003).
2.4.
Unsur Hara Posfor (P)
Tanah
adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan
sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan
lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro),
topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang
dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia,
biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Unsur
P dalam tanah dapat berasal dari : bahan organik (pupuk kandang, sisa-sisa
tanaman), pupuk buatan dan mineral-mineral dalam tanah (apatit).
Ketersedian
P dipengaruhi sangat nyata oleh pH . bentuk ion P dalam tanah juga tergantung
pada pH larutan . pada pH agak tinggi ( basa ) ion HPO4 2-
adalah dominan. Bila pH tanah turun ion H2PO4 dan HPO4 akan dijumpai bersamaan.
makin masam reaksi tanah ion H2PO4 lah yang dominan. (Lutz,
Genter dab Hawskins, 1972)
Pada
pH rendah ion P mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn , membentuk senyawa yang
tidak larut akan diikat oleh Ca membentuk senyawa tidak larut. Dulu
dipertahankan orang sekitar kisaran pH 6 hingga 7 untuk membentuk P agar lebih
tersedia. Belakangan ditemukan bahwa pada pH lebih dari 6.0 P sudah kurang
tersedia (Ferina,Sumner,Plank, dan Litsch, 1980; NurhayatiHakim, 1982).
Tampaknya kelarutan maksimum dari P berada pada pH 5,5 . mempertahankan pH 5.5
hingga 6 sangat berarti bagi penyediaan P pada tanaman.
Karena P mudah difiksasi
maka pemberian pupuk P sebaiknya jangan disebarkan tetapi diberikan dalam
larikan agar kontak dengan tanah sedikit mungik sehingga fiksasi dapat
dikurangi.
Unsur P berfungsi dalam
pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji,
mempercepat pematangan, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, perkembangan
akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-mayur dan makanan ternak,
tahan terhadap penyakit, membentuk nucleoprotein, metabolism karbohidrat,
menyimpan dan memindahkan energi.
Gejala-gejala yang akan
ditampakkan tanaman budidaya jika kekurangan unsure hara P antara lain
pertumbuhan terhambat, karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu
atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda
dan pada jagung, tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil.
III.
BAHAN
DAN METODE
3.1.Waktu
dan Tempat
Praktikum kimia tanah
tentang “ Uji Analisis Kadar pH, KTK, KB dan Kadar Posfor (P) Pada Tanah
Mineral Dan Tanah Gambut” dilaksanakan pada hari Rabu, Oktober 2012 di Laboratorium Analitik
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas palangka Raya.
3.2.Bahan
dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan
pada praktikum ini antara lain sampel tanah mineral, sampel tanah gambut,
larutan H20, larutan KCl, larutan amonium asetat (NH4OAC),
aquades, kertas saring, NaOH 50%, paravin, asam asetat (H2SO4),
indikator metil merah, dan alkohol. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara
lain tabung reaksi, beaker glass, timbangan analitik, alat sentrifuge, Adsorban
Atomic Spectrofotometre (AAS), labu kajedal, alat destilasi dan labu
erlenmeyer.
3.3.Cara
Kerja
Pengukukuran
Kadar pH
1.
Menyiapkan sampel tanah mineral dan
tanah gambut masing-masing dua sempel.
2.
Menimbang masing-masing sampel seberat 1
gram sebanyak 8 kali, 4 untuk tanah mineral dan 4 untuk tanah gambut lalu
memasukkan kedalam tabung reaksi.
3.
4 sampel khusus untuk pengukuran pH
larutan tanah atau kemasaman aktif tanah dengan memasukkan larutan H2O
pada tabung reaksi sebanyak 2,5ml dan 4 sampel lainnya digunakan untuk mengukur
kemasaman potensial tanah dengan memasukkan larutan KCl sebanyak 5 ml pada tabung
reaksi.
4.
Menggojog tabung reaksi selama 30 menit
lalu ukur kadar pH nya dengan menggunakan alat pH meter.
Pengukuran
kapasitas tukar kation
1.
Menambakan larutan aquades 100 ml pada
tanah yang telah disaring pada pengukuran kejenuhan basa terdahulu.
2.
Memasukkan kedalam labu kajedal (atas)
kemudian menambahkan NaOH 50% sebanyak 5 ml lalu mentetesi paravin sebanyak 5
tetes.
3.
Pada labu Erlenmeyer (bawah) memasukkan
larutan asam H2SO4 sebanyak 20 ml kemudian mentetesi
dengan indikator asam metil merah sebanyak 5 tetes.
4.
Menunggu hasil destilasi sampai larutan
pada labu erlenmeyer mencapai 50 ml.
5.
Kemudian mentitrasi dengan larutan NaOH
0,1 N sampai larutan yang semula berwarna merah muda menjadi warna kuning
bening.
Pengukuran
kejenuhan basa
1. Menimbang
masing-masing sampel tanah seberat 5 gram sebanyak 4 kali, dua untuk tanah
mineral dan dua untuk tanah gambut lalu memasukkan kedalam tabung reaksi.
2. Jika
sampel tanah pada pengukuran pH terdahulu menunjukkan <4,8 maka lakukan
perendaman sampel dengan memasukkan larutan asam amonium asetat pH4 sebanyak 20
ml dan jika sampel tanah menunjukkan pH >4,8 maka memasukkan larutan asam amonium asetat pH7
sebanyak 20 ml.
3. Mendiamkan
tabung reaksi kurang lebih 12 jam (semalaman).
4. Setelah
melakukan perendaman, tabung reaksi disentrifuge lalu ditambahkan lagi larutan
asam amonim asetat sebanyak 3 kali penambahan.
5. Melakukan
penyaringan dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan tanah dengan
larutan.
6. Menambahkan
H2O pada larutan yang telah dilakukan penyaringan.
7. Melakukan
analisis kejenuhan basa dengan menggunakan alat AAS (Adsorban Atomic
Spectrofotometre)
Pengukuran
kadar posfor (P)
1.
Menimbang tanah 1,5 gram dan memasukkan
kedalam tabung reaksi.
2.
Menambahkan 15 ml larutan PA (NH4F
+ 4,16 ml HCl 6 N).
3.
Mengocok selama 15 menit.
4.
Menyaring lalu memipet 5 ml kedalam
tabung reaksi.
5.
Menambakan 5 ml larutan PB (NH4-Heptamolybdat+H3BO3+HCl).
6.
Menambahkan 5 tetes larutan PC
(L-aminoz-napthol-4 Sulfuric acid+Na2S2O5).
7.
Menunggu selama 15 menit.
8.
Mengukur menggunakan alat
spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Pengamatan
Tabel
1. Pengamatan Kemasaman tanah (pH)
Jenis tanah
|
Sampel
|
pH H2O
|
pH KCl
|
Tanah mineral
|
1
|
4,49
|
3,92
|
2
|
4,47
|
3,94
|
|
Rata
rata
|
4,48
|
3,93
|
|
Tanah gambut
|
3
|
3,39
|
2,21
|
4
|
3,31
|
2,03
|
|
Rata-rata
|
3,35
|
2,12
|
Tabel
2. Pengamatan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Jenis tanah
|
Sampel
|
Kapasitas Tukar Kation (ppm)
|
Tanah mineral
|
1
|
21,009
|
2
|
23,63
|
|
Rata
rata
|
22,3645
|
|
Tanah gambut
|
3
|
44,309
|
4
|
11,074
|
|
Rata-rata
|
27,6915
|
Tabel
3. Pengamatan Kejenuhan Basa (KB)
Jenis tanah
|
Sampel
|
Kejenuhan Basa (%)
|
Tanah mineral
|
1
|
8,917
|
2
|
38,066
|
|
Rata
rata
|
23,4915
|
|
Tanah gambut
|
3
|
6,116
|
4
|
17,315
|
|
Rata-rata
|
11,7155
|
Tabel
4. Pengamatan Kadar Posfor (P)
Jenis tanah
|
Sampel
|
Kadar P (ppm)
|
Tanah mineral
|
1
|
11,9581
|
2
|
11,1496
|
|
Rata
rata
|
11,5538
|
|
Tanah gambut
|
3
|
43,2288
|
4
|
35,464
|
|
Rata-rata
|
39,3634
|
4.2.
Pembahasan
4.2.1.
Kadar
pH
Berdasarkan tabel di
atas dapat dilihat bahwa rata-rata pH tanah mineral yang diukur menggunakan
larutan H2O adalah 4,48
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pH tanah gambut yaitu
3,35. Pengukuran pH dengan menggunakan larutan H2O adalah pengukuran
kemasaman pada larutan tanah yang merupakan kemasaman aktif tanah dan berdampak
langsung pada pertumbuhan dan hasil tanaman yang akan dibudidayakan pada tanah
tersebut. Sedangkan pengukuran dengan menggunakan larutan KCl rata-rata pH
tanah mineral yaitu 3,93 dan juga lebih tinggi dari pada pH tanah gambut yaitu
2,12. Pengukuran kemasaman tanah dengan menggunakan larutan KCl merupakan
pengukuran kemasaman potensial tanah yang tidak secara langsung berdampak pada
tanaman budidaya. Kemasaman tanah pada tanah gambut lebih tinggi daripada tanah
mineral disebabkan oleh sumber kemasaman pada tanah gambut ada dua yaitu
peranan ion hidroksida Al3+ dan H+ yang dapat
dipertukarkan, kombinasi dari kedua sumber kemasaman tersebut menjadikan tanah
gambut memiliki pH yang sangat rendah. Lain halnya pada tanah mineral yang
sumber kemasamannya yang hanya merupakan peranan ion hidroksida saja. Oleh
karena itu perlu perlu pengelolaan secara khusus atau lebih intensif ketika
hendak membudidayakan tanaman pada tanah ini, contohnya dengan pemberian kapur,
pupuk kandang dan mineralisasi tanah gambut (pencampuran tanah gambut dengan
tanah pasir) yang akan mengurangi tingginya kemasaman tanah gambut dan
menaikkan pH nya.
Pentingnya pH tanah antara lain a)Menentukan
mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, umumnya unsur hara mudah
diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut
kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam unsur P tidak
dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Al, sedang pada pH alkalis unsur P
difiksasi oleh Ca. b)Menunjukkan
kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah-tanah masam banyak ditemukan
ion-ion Al di dalam tanah, disamping memfiksasi unsur P juga merupakan racun
bagi akar tanaman. Disamping itu pada reaksi tanah yang masam, unsur-unsur
mikro menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak.
Unsur mikro merupakan hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sangat kecil,
sehingga menjadi racun kalau dalam jumlah besar. c)Mempengaruhi perkembangan
mikroorganisme. Bakteri, jamur yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman akan
berkembang baik pada pH > 5,5 apabila pH tanah terlalu rendah maka akan
terhambat aktivitasnya.
4.2.2. Kapasitas Tukar
Kation (KTK)
Berdasarkan tabel di
atas dapat dilihat bahwa rata-rata kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah
gambut lebih tinggi pada tanah mineral yaitu 39,3464 me/100g sedangkan pada
tanah mineral 11,5538 me/100g. KTK pada
tanah gambut umumnya lebih tinggi dibandingkan tanah mineral dikarenakan tanah
gambut memiliki koloid organik yang berasal dari perombakan bahan-bahan organik
yang terdapat dalam tanah gambut (humifikasi). Koloid organik ini menyebabkan
luas permukaan jenis pada tanah gambut semakin besar karena jumlah koloid tanah
dan luas permukaan jenis berkorelasi positif, maksudnya semakin banyak koloid
yang dimiliki suatu tanah maka semakin besar pula luas permukaan jenisnya. Hal
ini berkaitan juga dengan meningkatnya jumlah kapasitas tukar kation pada tanah
gambut. Tanah mineral juga memiliki koloid tanah tapi khusus untuk yang
memiliki tekstur halus. Tanah mineral yang bertekstur halus lebih didominasi
oleh fraksi liat. Fraksi liat inilah dapat dikatakan sebagai koloid dikarenakan
ukuran butirnya yang hampir menyerupai koloid yaitu 0,1
. Koloid pada tanah mineral disebut
sebagai koloid anorganik. Semakin kecil ukuran butir liat yang hampir
menyerupai koloid maka semakin besar pula luas permukaan jenis sehingga akan
memperbesar kapasitas tukar kation pada tanah mineral.
Dari uraian di atas
dapat dikatakan bahwa koloid organik memiliki luas permukaan jenis lebih besar
ketimbang koloid anorganik, hal ini juga berkaitan dengan jumlah kapasitas
tukar kationnya. KTK yang tinggi pada tanah gambut tidak baik bagi pertumbuhan
dan hasil tanaman budidaya dikarenakan kation yang dipertukarkan adalah
asam-asam organik H+ dan ion hidroksil Al3+ dan Fe3+
sehingga akan menjadi racun bagi tanaman. Lain halnya pada tanah mineral, KTK
nya yang tinggi justru sangat menguntungkan pada budidaya tanaman dikarenakan
kation yang dipertukarkan adalah kation-kation yang memang diperlukan bagi
tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya, seperti Na, Ca, Mg dan K.
4.2.3.
Kejenuhan
Basa
Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa rata-rata kejenuhan basa pada tanah mineral lebih tinggi
daripada tanah gambut, yaitu 23,4915% sedangkan pada tanah gambut adalah
11,7155%. Hal ini berhubungan dengan reaksi tanah (pH) dikarenakan pada tanah
mineral umumnya pHnya mendekati netral atau bersifat alkalis atau mempunyai pH
di >7 sehingga kation-kation yang dipertukarkan dalam konteks jerapan tanah
adalah unsur-unsur yang bersifat basa seperti Na, Ca, Mg dan K sehingga
presentase kejenuhannya menjadi tinggi jika dibandingkan dengan tanah gambut
yang memiliki pH rendah sehingga kation-kationnya dipertukarkan dalam bentuk
asam-asam organik H+ dan ion hidroksil Al3+ dan Fe3+ sebab pada jerapan organik yang banyak
terikat adalah ion-ion logam sehingga ion-ion logam inilah yang paling dominan
untuk dipertukarkan.
Kejenuhan basa
menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan semua kation
(kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah.
Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai
kapasitas tukar kation tanah tersebut. Besar kecilnya nilai kejenuhan basa
sangat tergantung pada nilai KTK yang terdapat dalam tanah. KTK dalam tanah
sanat berhubungan dengan jumlah koloid yang terkandung dalam tanah baik itu
koloid anorganik maupuk koloid organik. Semakin rendah nilai KTK tanah maka semakin
semakin rendah pula nilai KB nya atau semakin sedikit jumlah basa-basa yang
dipertukarkan, begitu juga sebaliknya semakin tinggi nilai KTK tanah maka
semakin tinggi pula nilai KBnya atau semakin banyak jumlah basa-basa yang
dipertukarkan.
4.2.4.
Kadar
Posfor (P)
Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa rata-rata kadar posfor (P) dalam tanah gambut lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah mineral yaitu 39,3634 ppm sedangkan pada tanah
mineral adalah 11,5538 ppm. Hal ini dikarenakan P tersebut merupakan hasil
perombakan bahan organik yang terkandung dalam tanah gambut tetapi pada umumnya
P dalam tanah gambut, hubungannya dengan pH yang sangat rendah sehingga P
terikat kuat oleh ion logam dan juga P dalam tanah gambut masih dam bentuk
organik (mentah) sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Jadi walaupun
tidak ada input yang diberikan berupa pupuk yang mengandung unsur hara P tanah
gambut sudah memiliki gudang P tersendiri dari hasil perombakan bahan organik
asalkan pH tanah gambut bisa dinaikkan walaupun hanya mendekati netral.
Sebaliknya pada tanah mineral yang umumnya memiliki pH netral P langsung
tersedia bagi tanaman walaupun dalam jumlah sedikit sehingga perlu diberikan
input berupa pupuk yang mengandung unsur hara P.
Unsur hara P dikenal
sebagai unsur hara yang immobile artinya unsur hara P tidak bisa berdiri
sendiri melainkan selalu berikatan dan keberadaannya pun sangat bergantung pada
pH. Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat dijelaskan bahwa pada pH yang
rendah atau tingkat kemasaman yang tinggi unsur hara P diikat kuat oleh unsur
logam seperti Al dan Fe pada tanah sehingga menjadi tidak tersedia bagi
tanaman. Pada tanah basa atau pada tanah-tanah yang ber pH tinggi (>7) unsur
hara P juga diikat kuat oleh unsur basa Ca sehingga juga tidak tersedia bagi
tanaman budidaya. Padahal unsur hara P termasuk unsur hara makro yang artinya
unsur ini sangat diperlukan tanaman dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan dan
hasil tanaman budidaya. Tetapi unsur hara P baru tersedia jika pH dalam keadaan
netral. Sebab-sebab tanah baik itu pada tanah mineral atau tanah gambut menjadi
kekurangan unsur P adalah jumlah P yang terlalu sedikit dalam tanah, sebagian
besar P terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil atau diserap oleh
tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam dan Ca pada
tanah alkalis.
Untuk mengatasi
permasalahan ketersediaan unsur hara P pada tanah masam dan tanah basa bisa
dinaikkan pHnya pada tanah masam dan pHnya diturunkan pada tanah basa sehingga
menjadi netral atau tidak mendekati netral. Atau bisa juga pemberian pupuk yang
mengandung unsur hara P jangan disebar dipermukaan tanah dan sehingga jauh dari
perakaran tanaman melainkan dibuat larikan disekitar akat tanaman sehingga
meminimalisir kontak unsur hara P dengan tanah sehingga dapat langsung diserap
oleh akar tanaman.
4.2.5.
Hubungan
Antara pH, KTK, KB dan Posfor
Kemasaman
tanah (pH) tidak berpengaruh sama sekali terhadap jumlah kapasitas tukar kation
(KTK) tetapi berpengaruh pada jenis kation yang dipertukarkan. Kation merupakan
ion positif yang terdapat dalam tanah. Pada tanah yang ber pH rendah atau dalam
keadaan masam atau seperti pada tanah gambut jenis kation yang umumnya
dipertukarkan adalah ion-ion logam berat yang bersifat racun bagi tanaman yaitu
Al dan Fe serta ion H+ yang tentunya juga berbahaya bagi tanaman. Sedangkan
pada tanah yang bersifat basa atau ber pH tinggi atau seperti pada tanah
mineral maka jenis kation (ion positif) yang dipertukarkan adalah K, Ca, Mg dan
Na, dimana unsur-unsur basa ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan hasil
tanaman. Oleh karena itu jenis tanah ini bisa dikategorikan sebagai tanah yang
subur untuk pertanaian.
Kejenuhan
basa bisa diartikan sebagai jumlah basa-basa yang dipertukarkan dalam konteks
jerapan tanah, yang dimana basa-basa tersebut sangat diperlukan untuk tumbuh
dan berkembang tanaman. Kemasaman tanah (pH) sangat berpengaruh pada nilai
kejenuhan basa pada tanah. Hal ini dikarenakan untuk tanah-tanah yang ber pH
rendah seperti pada tanah gambut kation-kation
yang dipertukarkan adalah ion-ion
positif yang bersifat masam sedangkan pada tanah-tanah basa atau tanah dengan
pH yang tinggi seperti pada tanah mineral kation-kation yang dipertukarkan
adalah ion-ion positif yang bersifat basa. Kapasitas kejenuhan basa dapat
digunakan sebagai indikator kesuburan tanah karena jika kejenuhan basa tinggi
maka jumlah basa-basa yang dipertukarkan akan semakin banyak sehingga tanah
dengan kejenuhan basa yang tinggi akan menyediakan unsur-unsur yang memang
sangat diperlukan oleh tanaman.
Unsur
hara P merupakan unsur hara makro yang berarti unsur hara ini sangatlah
diperlukan tanaman dan dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi keberadaan unsur
hara ini sangat dipengaruhi oleh kadar pH tanah. Unsur hara P tidak tersedia
untuk tanah-tanah yang terlalu masam atau terlalu basa. Hal ini dikarenakan pada
tanah yang terlalu masam seperti pada tanahgambut unsur hara P akan terikat
kuat oleh ion-ion hidroksil seperti Al dan Fe sedangkan pada tanah yang terlalu
basa seperti pada tanah mineral unsur ini akan terikat kuat oleh unsur Ca. jadi
dapat dikatakan unsur hara P ini bersifat immobile atau unsur hara yang rentan
terikat terhadap unsur lain sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Bagian yang paling aktif didalam tanah
adalah partikel-partikel tanah berukuran koloid. Koloid organik dan anorganik
tanah ini bermuatan negatif dan dapat menjerap kation, yang dalam keadaan
tertentu dapat terlepas kembali. Koloid tanah dapat menjerap kation. Jumlah
kation yang terjerap tergantung pada susunan kimia dan mineral koloid tanah. Muatan
negatif koloid mineral berasal dari valensi-valensi yang pada patahan-patahan
mineral, ionisasi hydrogen dari gugus Al –OH dan subsitusi isomorfik. Sedangkan
muatan negatif koloid organik berasal dari ionisasi gugus karboksil dan
fenolik.
Semakin banyak koloid dalam suatu tanah maka
akan semakin memperbesar luas penampang aktifnya. Maksudnya adalah luas
penampang inilah yang nantinya akan dijadikan tempat terjadinya pertukaran
kation antara koloid tanah dan tanaman. Maka dari itu besarnya jumlah koloid
tanah akan sangat mempengaruhi jumlah kapasitas tukar kation dalam tanah.
Semakin tinggi kapasitas tukar
kation suatu belum dapat dikatakan jika tanah tersebut sebagai tanah yang subur
untuk pertanian. Karena hal ini tergantung pada jenis kation yang dipertukarkan
dalam konteks jerapan tanah. Jika kation yang dipertukarkan adalah basa-basa
yang memang diperlukan tanaman seperti K, Ca, Mg dan Na maka bisa dikatakan
tanah tersebut subur. Tapi sebaliknya jika kation yang dipertukarkan adalah
ion-ion hidroksil seperti Al, Fe dan ion H+ maka tidak bias
dikatakan tanah tersebut subur untuk pertanian.
V.
KESIMPULAN
1. Tanah
mineral memiliki kadar pH yang lebih tinggi daripada tanah gambut baik dilihat
dari segi kemasaman aktifnya ataupun jika dilihat dari segi kemasaman
potensialnya.
2. Tanah
mineral memiliki jumlah kapasitas basa yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tanah gambut, hal ini berhubungan dengan kation-kation yang
dipertukarkan dalam tanah. Pada tanah mineral kation-kation yang dipertukarkan
adalah unsur-unsur hara yang bersifat basa sedangkan tanah gambut kation-kation
yang dipertukarkan berupa asam-asam organik H+ dan ion hidroksil Al3+
dan Fe3+.
3. Tanah
mineral pada memiliki jumlah kapasitas tukar kation yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan tanah gambut, hal ini berhubungan dengan proses humifikasi
pada tanah gambut.
4. Tanah
mineral memiliki kadar P yang lebih rendah daripada tanah gambut.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim,
Nurjati, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu
Tanah. Lampung: Universitas Lampung
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis,
Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha,
Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hardjowigeno, H. Sarwono., 2002. Ilmu
Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir,
Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia
Timur, Makassar
Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu
Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta
terima kasih bang,.
BalasHapusizin copy ya,.
kuliah dimana ya bg?