I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah adalah produk transformasi
mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk,
iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri
bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya
(Winarso, 2005).
Tanah adalah lapisan
permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang
tegak tumbuhnya tanaman danmenyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi
berfungsi sebagai gudang danpenyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan
anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu,
Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang
berpartisipasi aktif dalampenyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu
tumbuh, proteksi) bagi tanaman,yang ketiganya secara integral mampu menunjang
produktivitas tanah untuk menghasilkan
biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan,industri
perkebunan.
Pusat Penelitian Tanah (1990)
mengemukakan bahwa tanah gambut atau Organosol adalah tanah yang mempunyai
lapisan atau horison H, setebal 50 cm atau lebih atau dapat 60 cm atau lebih
bila terdiri dari bahan Sphagnum atau lumut, atau jika berat isinya kurang dari
0,1 g cm-3. Ketebalan horison H dapat kurang dari 50 cm bila terletak diatas
batuan padu. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi disebut tanah gambut (Wirjodihardjo,
1953) atau Organosol (Dudal dan Soepratohardjo, 1961) atau Histosol (PPT,
1981).
Gambut dibentuk oleh timbunan bahan
sisa tanaman yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan >30cm. Proses
penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan proses geogenik yang berlangsung
dalam waktu yang sangat lama (Hardjowegeno, 1986). Gambut terbentuk dari
lingkungan yang khas, yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir
sepanjang tahun. Kondisi langka udara akibat genangan, ayunan pasang surut, atau
keadaan yang selalu basah telah mencegah aktivitas mikro-organisme yang
diperlukan dalam perombakan. Laju penimbunan gambut dipengaruhi oleh peduan
antara keadaan topografi dan curah hujan dengan curahan perolehan air yang
lebih besar dari pada kehilangan air serta didukung oleh sifat tanah dengan
kandungan fraksi debu (silt) yang rendah. Ketebalan gambut pada setiap bentang
lahan adalah sangat tergantung pada:
1) proses
penimbunan yaitu jenis tanaman yang tumbuh, kerapatan tanaman dan lama
pertumbuhan tanaman sejak terjadinya cekungan tersebut,
2) proses kecepatan perombakan gambut,
3) proses kebakaran gambut,
4) Perilaku manusia terhadap lahan gambut.
Gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih
termasuk kategori kawasan lindung sebagai kawasan yang tidak boleh diganggu.
Kebijakan ini dituangkan melalui Keppres No. 32 tahun 1990 yang merupakan
kebijakan umum dalam reklamasi dan pemanfaatan lahan gambut di Indonesia. Berdasarkan
besarnya potensi sumberdaya, kendala biofisik dan peluang pengembangan, maka
rawa khususnya gambut pedalaman perlu mendapatkan perhatian serius. Gambut
dikategorikan sebagai lahan marjinal, karena kendala biofisiknya sukar diatasi.
Prodiktifitas gambut sangat beragam, ketebalan gambut juga menentukan
kesuburannya (Barchia, 2006).
1.2. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat melakukan dan menetapkan tingkat kematangan
gambut dengan metode suntik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah
merupakan alat produksi untuk menghasilkan produksi pertanian. Sebagai alat
produksi tanah memiliki peranan-peranan yang mendorong berbagai kebutuhan diantaranya adalah sebagai alat produksi, maka
peranannnya yaitu sebagai tempat pertumbuhan tanaman, menyediakan
unsur-unsur makanan, sumber air bagi tanaman, dantempat peredaran udara. Tanah
mempunyai ciri khas dan sifat-sifat yang berbeda-beda antaratanah di suatu tempat
dengan tempat yang lain. Sifat-sifat tanah itu meliputi fisika dan sifatkimia.
Beberapa sifat fisika tanah antara lain tekstur, struktur dan kadar lengas
tanah. Untuk sifat kimia menunjukkan
sifat yang dipengaruhi oleh adanya unsur maupun senyawa yangterdapat di
dalam tanah tersebut. Beberapa contoh sifat kimia yaitu reaksi tanah(pH),
kadarbahan organik dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia
dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin,
mire, dan lain-lain.
Menurut Soil Survey Staff (1990), bahwa
tingkat kematangan atau tingkat pelapukan tanah gambut dibedakan berdasarkan
tingkat dekomposisi dari bahan atau serat tumbuhan asalnya. Tingkat kematangan
terdiri dari tiga katagori yaitu fibrik, hemik dan saprik.
Tingkat kematangan tanah gambut dalam
pengamatan di lapangan dapat dilakukan dengan cara mengambil segenggam tanah
gambut dan memersnya dengan tangan. Kriteria mentah atau matang dari gambut
dapat ditunjukkan dengan melihat hasil cairan dan sisa bahan perasan. Ketentuan dalam
menentukan kematangan gambut untuk masing-masing katagori adalah sebagai
berikut:
1) Tingkat kematangan fibrik yaitu apabila
kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah
tiga per empat bagian atau lebih (>3/4).
2) Tingkat kematangan hemik yaitu apabila
kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah
antara kurang dari tiga per empat sampai seperempat bagian atau lebih
(<3/4>1/4).
3) Tingkat kematangan saprik yaitu apabila
kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah
kurang dari seperempat bagian (<1/4).>3m) sekitar 5%, gambut dalam dan
tengahan (tebal 1m – 3m) sekitar 11% -12%, dan gambut dangkal sekitar 15%
(Noor, 2001). Kadar abu dan kadar bahan organik mempunyai hubungan dengan
tingkat kematangan gambut. Gambut mentah (fibrik) mempunyai kadar abu 3,09%
dengan kadar bahan organik 45,9%. Sedangkan gambut hemik mempunyai kadar abu
8,04% dengan kadar bahan organik 51,7% dan gambut matang (saprik) mempunyai
kadar abu 12,04% dengan kadar bahan organik 78,3% (Setiawan, 1991).
III.
BAHAN
DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan
praktikum acara III ( PENENTUAN TINGKAT
KEMATANGAN GAMBUT METODE SUNTIK ) di lakukan dengan pengamatan dilaksanakan
pada hari Sabtu, 24 November 2012 pukul
09.00 wib – selesai. di Laboratorium Analitik, Fakultas Pertanian, Universitas
Palangka Raya.
3.2 Bahan dan alat
Bahan
yang digunakan adalah tanah gambut segar (Kondisi Lapangan) dan air mengalir, sedangkan
alat yang digunakan adalah suntikan dan ayakan tanah.
3.3
Cara kerja
1.
Mengisi tabung suntik yang telah dibelah dua memanjang dengan bahan gambut secara merata.
2.
Menekan dengan hati – hati toraknya sehingga bahan tampak jenuh air dan semua
udara tersekap dalam pori – pori tertekan keluar. Jangan sampai ada air yang
ikut tertekan keluar. Ukur volumnya.
3.
Pindahkan bahan kedalam saringan 0.16 mm (100 mesh) dan cuci dengan air
mengalir hingga air cucian tampak jernih. Hilangkan air turah dengan cara
mengisapnya dari sisi bawah saringan dengan kertas isap.
4.
Mengembalikan lagi bahan ini kedalam tabung suntik tadi secara merata, tekan
hati – hati dengan toraknya sambil mengisap air turah yang keluar sampai tampak
jenuh seperti ini adalah kadar serat utuh.
5.
mengembalikan lagi bahan ini kedalam saringan tadi dan cuci dengan air
mengalirkan sambil digosok – gosok diantar ibu jari dan jari telunjuk ( jangan
keras – keras), hingga air cucian sampai jernih.
6.
Kerjakan lebih lanjut seperti langkah ke – 4 ( penentuan kadar serat utuh ).
Ukur volumnya (Ml) dan hitung persennya terhadap volum awal. Ini adalah kadar
serat gosok.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Tingkat kematangan tanah gambut dengan
metode suntik
No.
|
Ulangan
|
Kadar Serat Utuh
|
Tingkat Kematangan
|
1
|
U 1
|
22,5 %
|
Saprik
|
2
|
U 2
|
27,5 %
|
Saprik
|
3
|
U 3
|
35,29 %
|
Hemik
|
4
|
U 4
|
33,33 %
|
Hemik
|
5
|
U 5
|
30,76 %
|
Saprik
|
6
|
U 6
|
-
|
-
|
7
|
U 7
|
30,43 %
|
Saprik
|
8
|
U 8
|
24,24 %
|
Saprik
|
4.2.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di atas diketahui bahwa tanah gambut pada U1, U2, U5, U7 dan U8 memiliki tingkat
kematangan yaitu saprik sedangkan pada U3 dan U4 memiliki tingkat kematangan
yaitu Hemik.
Tanah gambut yang memiliki tingkat kematangan saprik menunjukkan bahwa
tanah gambut tersebut memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dan dalam
keadaan yang telah melapuk sempurna yang ditunjukkan dengan rata-rata kadar
serat utuh yaitu sebesar 30%. Tanah gambut dengan tingkat kematangan saprik
umumnya memiliki ketersediaan hara yang cukup tinggi dibandingkan tanah gambut
dengan tingkat kematangan yang masih rendah seperti hemik dan fibrik. Hal ini
dikarenakan bahan organik yang telah melapuk tersebut berubah menjadi humus.
Humus merupakan bahan organik yang tidak dapat melapuk lagi. Hasil pelapukan
bahan organik pada tanah gambut berupa unsur-unsur hara yang diperlukan
tanaman. Hanya saja tanah gambut memiliki pH yang sangat rendah sehingga
ketersediaanharanya untuk tanaman menjadi tergangggu kecuali dinaikkan terlebih
dahulu pH tanahnya.
Tanah gambut dengan tingkat kematangan hemik memiliki kandungan bahan
organik yang juga tinggi hanya saja bahan organik tersebut belum melapuk secara
sempurna sehingga belumdapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman budidaya apabila
kadar kemasaman tanah tidak diperhitungkan. Tanah gambut dengan tingkat
kematangan hemik dapat dijadikan lahan budidaya tanaman tetapi terlebih daulu
dinaikkan pH tanahnya. Hal ini dikarenakan tanah gambut dengan tingkat
kematangan hemik meiliki kadar pH tanah yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan tanah gambut dengan tingkat kematangan yaitu saprik. Hal ini merupakan
akibat dari respirasi dan pertukaran kation dari bahan-bahan organik yang belum
melapuk tersebut didalam tanah berupa ion H+ yang merupakan salah
satu penyebab kemasaman pada tanah gambut.
V.
KESIMPULAN
Tanah gambut dengan tingkat kematangan fibrik memiliki kandungan bahan
organik yang tinggi dan telah melapuk sempurna sedangkan pada tanah gambut
dengan tingkat kematangan hemik memiliki kandungan bahan organik yang juga
tinggi akan tetapi dalam keadaan yang belum melapuk sempurna. Sehingga jika
dibandingkan antar keduanya yang lebih cocok digunakan untuk lahan budidaya
tanaman adalah lahan gambut dengan tingkat kematangan yaitu saprik.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim,
Nurjati, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu
Tanah. Lampung: Universitas Lampung
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis,
Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha,
Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hardjowigeno, H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah.
Akademika Pressindo, Jakarta
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir,
Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia
Timur, Makassar
Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu
Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar