Sabtu, 02 Maret 2013

laporan kimia tanah. bram



I.                   PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman danmenyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang danpenyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi  berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalampenyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman,yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan,industri perkebunan.
Tanah juga merupakan alat produksi untuk menghasilkan produksi pertanian. Sebagai alat produksi tanah memiliki peranan-peranan yang mendorong berbagai kebutuhan diantaranya adalah sebagai alat produksi, maka peranannnya yaitu sebagai tempat pertumbuhan tanaman, menyediakan unsur-unsur makanan, sumber air bagi tanaman, dantempat peredaran udara. Tanah mempunyai ciri khas dan sifat-sifat yang berbeda-beda antaratanah di suatu tempat dengan tempat yang lain. Sifat-sifat tanah itu meliputi fisika dan sifatkimia. Beberapa sifat fisika tanah antara lain tekstur, struktur dan kadar lengas tanah. Untuk sifat kimia menunjukkan sifat yang dipengaruhi oleh adanya unsur maupun senyawa yangterdapat di dalam tanah tersebut. Beberapa contoh sifat kimia yaitu reaksi tanah(pH), kadarbahan organik dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)
Tanah mineral adalah tanah-tanah yang berasal dari pelapukan bahan induk tanah berupa batuan. Tanah mineral dibedakan menjadi 5 kelas tekstur tanah berdasarkan ukuran fraksi tanahnya, yaitu : tanah bertekstur halus, agak halus, sedang, agak kasar dan kasar. Semakin halus klas tekstur tanah maka fraksi tanah yang lebih mendominasi adalah fraksi liat sedangkan semakin kasar kelas tekstur tanah maka fraksi tanah yang lebih mendominasi adalah fraksi pasir.
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain.
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam atau basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan biokimia tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju dekomposisi mineral tanah dan bahan organik, pembentukan mineral lempung bahkan pertumbuhan tanaman. Pengaruh tidak lansungnya terhadap kelarutan dan ketersediaan hara tanaman. sebagai contoh perubahan konsentrasi fosfat dengan perubahan pH tanah. Konsentrasi ion H+ yang tinggi bisa meracun bagi tanaman.
Secara teoritis, angka pH berkisar antara 1 sampai 14. Angka satu berarti kepekatan ion hidrogen di dalam tanah ada 10 ‑ 1 atau 1/10 gmol/l. Tanah pada kepekatan ini sangat asam. Sementara angka 14 berarti kepekatan ion hidrogennya 10‑14 gmol/l. Tanah pada angka kepekatan ini sangat basa.
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia umumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991).
Tanah mineral umumnya memiliki pH yang mendekati netral atau bahkan ada beberapa jenis tanah mineral yang bersifat alkalis. Hal ini dikarenakan tidak adanya sedikitnya unsur-unsur yang menjadi penyebab kemasaman pada tanah mineral. oleh karena itu tanah-tanah mineral umumnya sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman budidaya khususnya tanah-tanah yang mengandung fraksi liat yang tinggi. Permasalahan budidaya yang terjadi pada tanah mineral biasanya bukan terdapat pada reaksi tanah (sifat kimia) melainkan sifat fisik tanahnya yang umumnya didominasi oleh fraksi pasir sehingga unsur-unsur hara yang terkandung didalamnya cepat mengaalami pelindian atau pencucian.
Tanah gambut mempunyai pH yang rendah yang berkisar antara 3 - 5, dan menurun bersama jeluk.. Dijumpainya pH yang relatif tinggi (sekitar 5) adalah akibat seringnya dilakukan pembakaran seresah di atas tanah. Tanah gambut yang digenangi untuk budidaya padi sawah akan meningkat pH-nya. Ketersediaan unsur-unsur hara terutama hara makro N, P dan K dan sejumlah hara mikro dalam tanah gambut rendah sampai sangat rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut relatif tinggi (115 - 270 me.%), tetapi relatif rendah bila dihitung atas dasar volume tanah di lapangan. Kejenuhan basa tanah gambut relatif rendah, yakni 5,4 - 13,6 % sedangkan nisbah C/N relatif tinggi yakni berkisar antara 24,0 - 33,4 (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).
Secara umum kemasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan organik maka kemasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki kemasaman lebih rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan menyebabkan kekahatan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Unsur hara Cu, Bo dan Zn merupakan unsur mikro yang seringkali sangat kurang (Wong et al, 1986, dalam Mutalib et al, 1991). Kekahatan Cu acapkali terjadi pada tanaman jagung, ketela pohon dan kelapa sawit yang ditanam di tanah gambut.
Tanah gambut  dengan kubah gambut yang tebal umumnya memiliki kesuburan yang rendah dengan pH sekitar 3,3 namun pada gambut tipis di kawasan dekat tepi sungai gambut semakin subur dan pH berkisar 4,3 (Andriesse, 1988). Kemasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam asam organik yang terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang menyebabkan tingginya kemasaman gambut. Selain itu terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat dapat meracuni tanaman pertanian (Sabiham, 1996). Jika tanah lapisan bawah mengandung pirit, pembuatan parit drainase dengan kedalaman mencapai lapisan pirit akan menyebabkan pirit teroksidasi dan menyebabkan meningkatnya kemasaman gambut dan air disaluran drainase.
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh : reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik dan, pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
Kation adalah ion bermuatan positif seperti : Ca 2+, Mg 2+, Na+,  NH4 +,H+ dan Al3+. Di dalam tanah  kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau terjerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam  milliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (per 100 gr) dinamakan Kapasitas  Tukar Kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid tersebut sulit tercuci air gravitasi, tetapi dapat digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah, hal ini yang dinamakan pertukaran kation. Satuan KTK adalah me 100 gr-1. (Hardjowigeno, 2003).
Pada tanah mineral ukuran fraksi liat (mineral liat) adalah  kurang dari 2 mikron sedangkan liat yang bersifat koloid berukuran < 2 m, berarti tidak semua fraksi liat dapat dikatakan koloid. Mineral liat dalam tanah terbentuk karena  :a) Rekristalisasi  sintesis  dari senyawa-senyawa hasil pelapukan mineral primer atau b) Alterasi (perubahan) langsung dari mineral primer yang telah ada (misal mika menjadi Ilit). Sifat dan unsur dari koloid liat antara lain : umumnya berbentuk Kristal, bermuatan unsur dan sebagian kecil bermuatan positif, menjerap air serta menjerap dan mempertukarkan kation, mempunyai permukaan yang luas. (Hardjowigeno, 2002)
Tanah gambut memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi, bahan organik yang telah melapuk sempurna dan berukuran koloid disebut humus (koloid organik). Koloid organik (humus) adalah bahan organik yang tidak dapat melapuk lagi dan ukurannya sangat kecil. Koloid humus seperti halnya koloid liat juga bermuatan negetif, perbedaan utama dari koloid unsur dengan koloid anorganik adalah bahwa  humus tersusun dari  oleh C, H dan O sedang liat tersusun dari Al, Si, dan O. Humus bersifat amorft, mempunyai KTK yang lebih tinggi dari mineral liat, sumber muatan unsur ini diduga berasal dari  gugus karboksil ( - COOH) dan Fenolik (-- OH).
Muatan dalam humus adalah muatan bergantung pH, dalam keadaan masam H+  diikat kuat dalam dalam  gugusan karboksil atau phenol, tetapi ikatan tersebut menjadi lemah apabila pH menjadi lebih tinggi, akibatnya disosialisasi H+ meningkat dengan naiknya pH tanah, sehingga muatan unsur dalam koloid humus yang dihasilkan meningkat pula.
Koloid humus inilah yang sangat berperan dalam sistem pertukaran kation pada tanah gambut, ukuran partikelnya yang sangat kecil menyebabkan jumlah total luas permukaannya semakuin besar sehingga jumlah kapasitas tukar kation pada tanah gambut menjadi sangat tinggi. Akan tetapi KTK yang tinggi pada tanah gambut tidak terlalu bagus untuk budidaya tanaman dikarenakan kation-kation yang dipertukarkan dalam konteks jerapan tanahnya berupa asam-asam organik dan ion logam berat yang dapat meracuni tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut relatif tinggi (115 - 270 me.%), tetapi relatif rendah bila dihitung atas dasar volume tanah di lapangan. Kejenuhan basa tanah gambut relatif rendah, yakni 5,4 - 13,6 % sedangkan nisbah C/N relatif tinggi yakni berkisar antara 24,0 - 33,4 (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).
Tanah gambut memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang sangat tinggi (90-200 me/100 gr) namun kejenuhan basa (KB) sangat rendah, hal ini menyebabkan ketersedian hara terutama K, Ca, dan Mg menjadi sangat rendah. Everret (1983) mengemukakan bahwa Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah gambut pada umumnya sangat tinggi, biasanya lebih dari 100 cmol kg-1 tanah.
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada permukaan koloid (Anonim 1991).
Nilai Kejenuhan Basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation yang ditempati oleh kation-kation basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun dan kesuburan tanah akan meningkat dengan meningkatnya KB. Laju pelepasan kation terjerap bagi tanaman bergantung pada tingkat KB suatu tanah. Suatu tanah dikatakan sangat subur jika KB-nya lebih besar dari 80%, kesuburan sedang jika KB-nya berkisar antara 50% sampai 80%, dan dikatakan tidak subur jika KB-nya kurang dari 50% (Tan, 1993).

1.2.Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui perbedaan kadar pH (derajat kemasaman tanah), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan kadar posfor (P) pada tanah mineral dan tanah gambut.











II.                TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kemasaman Tanah (pH)
Larutan tanah adalah air tanah yang mengandung ion-ion terlarut yang merupakan hara bagi tanaman . konsentrasi ini sangat beragam dan tergantung pada jumlah ion terlarut serta jumlah bahan pelarut atau air.  Diwaktu musim kering dimana air banyak menguap maka konsentrasi garam akan bertambah , hal ini ditemukan di daerah yang beriklim kering. Sebaliknya didaerah yang basah konsentrasi garam sering berubah-ubah secara drastis. Kadar garam yang tinggi berbahaya bagi pertummbuhan tanaman . kadar garam sebanyak 0,5 % saja sudah bebahaya  bagi tanaman karena kadar tersebut sama dengan 10 ton garam di lapisan 20 cm teratas (lapisan olahan). (Rismunandar, 2001)
Reaksi tanah yang penting adalah masam , netral atau alkalin. Pernyataan ini didasarkan pada jumlah ion H dan OH dalam larutan tanah . bila didalam tanah ditemukan ion H lebih banyak dari ion OH , maka disebut masam. Bila ion H sama dengan OH , maka disebut netral , dan bila ion OH lebih banyak dari ion H maka disebut alakalin.
Untuk meragamkan pengertian , sifat reaksi tersebut dinilai berdasarkan konsentrasi ion H dan dinyatakan dengan pH . dengan kata lain , pH tanah = -log (H) tanah. Suatu tanah disebut masamdengan 7, dan basa bila lebih dari 7 . bila konsentrasi ion H bertambah maka ion pH turun dan se3baliknya bila konsentrasi ion OH bertambah pH naik. Distribusi ion H dalam tanah tidak homogen . ion H lebih banyak diserap dari pada ion OH , maka ion H lebih pekat didekat permukaan koloid ., sedangkan ion OH sebaliknyab dengan demikian pH lebih rendah didekat koloid daripada tempat yang jauh dari koloid. (Agus et.al,2008)
Kisaran pH tanah dapat dibatasi pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya terdapat antar pH 3,5 sampai 10 atau lebih, untuk tanah gambut kisaran pH nya adalah sekitar kurang dari 3,0 , sebaliknya tanah alkalin biasanya bisa menunjukan pH lebih dari 11,0 . secara sederhana kisaran pH tanah itu ditunjukan pada gambar 7-3 . kisara pH tanah mineral di daerah basah berbeda dengan daerah kering . diwilayah  basah kisaran pH itu berada antara sedikit dibawah 5 hingga sedikit diatas 7 . sedangkan di wilayah kering berada sedikit antara di bawah 7 dan diatas 9. (Hardjowigeno, 2003)
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi pH tanah melalui dua cara yaitu : pengaruh langsung ion hidrogen dan pengaruh tidak langsung yaitu tidak tersedianya unsur hara tertentu dan adanya unsur hara yang beracun.
Dari berbagai hasil penelitian  di amerika latin dan puerto rico diketahui batas maksimum pH tanah kapur ( adam dan pearson , 1967 ) .batas pH yang dimaksud menunjukan bahwa diatas pH ini tanamanyang bersangkutan tidak lagi memerlukan kapur. Sebaliknya bila pH tanah dibawah nilai ini pertumbuhannya akan terganggu jika tidak diberi kapur.
Kebanyakan tanaman toleran pada pH yang ekstrim, tinggi dan rendah , asalkan dalam tanah tersebu tersedia hara yang cukup . sayangnya tersedianya unsur hara  yang cukup itu dipengaruhi oleh pH . beberapa unsur hara tidak tersedia pada pH ekstrim, dan beberapa unsur lainnya  berada pada tingkat meracun .
Perharaan yang sangat dipengaruhi oleh pH antara lain adalah : 
a.       Kalsium dan magnesium dapat ditukar
b.      Alumunium dan unsur mikro
c.       Ketersediaan fosfor
d.      Perharaan yang bersifat atau berkaitan dengan kegiatan jasad mikro.

2.2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Bagian yang paling aktif didalam tanah adalah partikel-partikel tanah berukuran koloid. Koloid organik dan anorganik tanah ini bermuatan negative dan dapat menjerap kation, yang dalam keadaan tertentu dapat terlepas kembali. Koloid tanah dapat menjerap kation. Jumlah kation yang terjerap tergantung pada susunan kimia dan mineral koloid tanah.
Muatan negatif koloid mineral berasal dari valensi-valensi yang pada patahan-patahan mineral, ionisasi hydrogen dari gugus Al –OH dan subsitusi isomorfik. Sedangkan muatan negative koloid organic berasal dari ionisasi gugus karboksil dan fenolik.
Kapasitas Tukar Kation  (KTK) adalah jumlah me kation yang dapat dijerap 100 gram tanah kering mutlak  (berat kering oven 105 C ). Kapasitas  Tukar Kation  adalah kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kayion . Penetapan Kapasitas Tukar Kation  (KTK) dapat dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama , kompleks koloid tanah dijenuhi dengan suatu kation, misalnya NH4 hingga seluruh kation yang dapat dipertukarkan dapat dikelurkan dari kompleks jerapan tersebut (NH4) ditukar secara kuantitatif dengan kation lainya , misalnya Na sehingga jumlah NH4 secara kuantitatif dengan metode Amonium dalam praktikum KTK ini ditentukan dengan metode Amonium Asetat 1N pH7 dengan cara kerja yang ringkas.
Melalui penetapan KTK, kita juga dapat menentukan persen kejenuhan  basa  (KB) adalah perbandingan jumlah me kation basa  (K, Ca, Mg, Na ) dengan me kapasitas tukar kation  ( KTK) .
Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat, kandungan bahan organik, dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak muatan tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang masam menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. Kapasitas tukar kation kaolinit menjadi sangat berkurang karena perubahan pH dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah adalah jumlah kation yang dapat dijerap 100 gram tanah pada pH 7 (Pairunan, dkk., 1999).
Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002)
Kenyataan menunjukkan bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah sejenisnyapun berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri yang antara lain adalah: 1.) Reaksi tanah atau pH; 2.) Tekstur Tanah atau Jumlah Liat; 3.) Jenis Mineral Liat; 4.) Bahan Organik; dan 5.) Pangapuran dan Pemupukan (Hakim, dkk., 1986).
Pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan berubahnya pH tanah. Pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah.(Harjowigeno, 2002) KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat. Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah besar. Makin halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya tekstur kasar seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.(Hakim, 1986)
Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah. Telah dikemukakan bahwa organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat. Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah KTKnya.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002) Masukan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada tanah-tanah yang bermuatan tergantung pH, seperti tanah kaya montmorillonit atau koloid organik, maka KTK akan meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk-pupuk tertentu dapat menurunkan pH tanah, sejalan dengan hal itu KTK pun akan turun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh pengapuran dan pemupukan ini berkaitan erat dengan perubahan pH, yang selanjutnya memperngaruhi KTK tanah (Hakim, dkk., 1986).
Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.      KTK koloid anorganik atau dikenal sebagai KTK liat tanah,
KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai contoh:
a. Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
b. Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
c. Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
d. Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.
2.      KTK koloid organik atau dikenal sebagai KTK bahan organik tanah, dan
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif. Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.
3.      KTK total atau KTK tanah.
KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).

2.3. Kejenuhan Basa (KB)
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa  kejenuhan basa adalah perbandinagn antara kation basa dengan jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah . kejenuhan basa juga mencerminkan perbandunagan antara kation basa dengan kation hidrogen dan alumunium .berarti semakin kecil kejenuhan basa semakin masam pula reaksi tanah tersebut atau pH nya makin rendah . kejenuhan basa 100% mencerminkan pH tanah yang netral, kurang dari itu mengarah ke pH tanah masam, sedangkan lebih dari itu mengarah ke basa. (Hardjowigeno, 2002).
Terdapat korelasi yang positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering biasanya mempunyai kejenuhan basa yang tinggi daripada tanah-tanah didaerah iklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H+.Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya >80%, berkeseburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80% dan 50% dan tidak subur jika kejenuhan basanya <50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran adalah cara umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa tanah. (Hardjowigeno, 2003).

2.4. Unsur Hara Posfor (P)
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).

Unsur P dalam tanah dapat berasal dari : bahan organik (pupuk kandang, sisa-sisa tanaman), pupuk buatan dan mineral-mineral dalam tanah (apatit). Ketersedian P dipengaruhi sangat nyata oleh pH . bentuk ion P dalam tanah juga tergantung pada pH larutan . pada pH agak tinggi ( basa ) ion HPO4 2- adalah dominan. Bila pH tanah turun ion H2PO4 dan HPO4 akan dijumpai bersamaan. makin masam reaksi tanah ion H2PO4 lah yang dominan. (Lutz, Genter dab Hawskins, 1972)
Pada pH rendah ion P mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn , membentuk senyawa yang tidak larut akan diikat oleh Ca membentuk senyawa tidak larut. Dulu dipertahankan orang sekitar kisaran pH 6 hingga 7 untuk membentuk P agar lebih tersedia. Belakangan ditemukan bahwa pada pH lebih dari 6.0 P sudah kurang tersedia (Ferina,Sumner,Plank, dan Litsch, 1980; NurhayatiHakim, 1982). Tampaknya kelarutan maksimum dari P berada pada pH 5,5 . mempertahankan pH 5.5 hingga 6 sangat berarti bagi penyediaan P pada tanaman.
Karena P mudah difiksasi maka pemberian pupuk P sebaiknya jangan disebarkan tetapi diberikan dalam larikan agar kontak dengan tanah sedikit mungik sehingga fiksasi dapat dikurangi.
Unsur P berfungsi dalam pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji, mempercepat pematangan, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, perkembangan akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-mayur dan makanan ternak, tahan terhadap penyakit, membentuk nucleoprotein, metabolism karbohidrat, menyimpan dan memindahkan energi.
Gejala-gejala yang akan ditampakkan tanaman budidaya jika kekurangan unsure hara P antara lain pertumbuhan terhambat, karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda dan pada jagung, tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil.



III.             BAHAN DAN METODE


3.1.Waktu dan Tempat
Praktikum kimia tanah tentang “ Uji Analisis Kadar pH, KTK, KB dan Kadar Posfor (P) Pada Tanah Mineral Dan Tanah Gambut” dilaksanakan pada hari Rabu,   Oktober 2012 di Laboratorium Analitik Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas palangka Raya.
3.2.Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain sampel tanah mineral, sampel tanah gambut, larutan H20, larutan KCl, larutan amonium asetat (NH4OAC), aquades, kertas saring, NaOH 50%, paravin, asam asetat (H2SO4), indikator metil merah, dan alkohol. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, beaker glass, timbangan analitik, alat sentrifuge, Adsorban Atomic Spectrofotometre (AAS), labu kajedal, alat destilasi dan labu erlenmeyer.
3.3.Cara Kerja
Pengukukuran Kadar pH
1.        Menyiapkan sampel tanah mineral dan tanah gambut masing-masing dua sempel.
2.        Menimbang masing-masing sampel seberat 1 gram sebanyak 8 kali, 4 untuk tanah mineral dan 4 untuk tanah gambut lalu memasukkan kedalam tabung reaksi.
3.        4 sampel khusus untuk pengukuran pH larutan tanah atau kemasaman aktif tanah dengan memasukkan larutan H2O pada tabung reaksi sebanyak 2,5ml dan 4 sampel lainnya digunakan untuk mengukur kemasaman potensial tanah dengan memasukkan larutan KCl sebanyak 5 ml pada tabung reaksi.
4.        Menggojog tabung reaksi selama 30 menit lalu ukur kadar pH nya dengan menggunakan alat pH meter.


Pengukuran kapasitas tukar kation
1.        Menambakan larutan aquades 100 ml pada tanah yang telah disaring pada pengukuran kejenuhan basa terdahulu.
2.        Memasukkan kedalam labu kajedal (atas) kemudian menambahkan NaOH 50% sebanyak 5 ml lalu mentetesi paravin sebanyak 5 tetes.
3.        Pada labu Erlenmeyer (bawah) memasukkan larutan asam H2SO4 sebanyak 20 ml kemudian mentetesi dengan indikator asam metil merah sebanyak 5 tetes.
4.        Menunggu hasil destilasi sampai larutan pada labu erlenmeyer  mencapai 50 ml.
5.        Kemudian mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai larutan yang semula berwarna merah muda menjadi warna kuning bening.
Pengukuran kejenuhan basa
1.      Menimbang masing-masing sampel tanah seberat 5 gram sebanyak 4 kali, dua untuk tanah mineral dan dua untuk tanah gambut lalu memasukkan kedalam tabung reaksi.
2.      Jika sampel tanah pada pengukuran pH terdahulu menunjukkan <4,8 maka lakukan perendaman sampel dengan memasukkan larutan asam amonium asetat pH4 sebanyak 20 ml dan jika sampel tanah menunjukkan pH >4,8 maka  memasukkan larutan asam amonium asetat pH7 sebanyak 20 ml.
3.      Mendiamkan tabung reaksi kurang lebih 12 jam (semalaman).
4.      Setelah melakukan perendaman, tabung reaksi disentrifuge lalu ditambahkan lagi larutan asam amonim asetat sebanyak 3 kali penambahan.
5.      Melakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan tanah dengan larutan.
6.      Menambahkan H2O pada larutan yang telah dilakukan penyaringan.
7.      Melakukan analisis kejenuhan basa dengan menggunakan alat AAS (Adsorban Atomic Spectrofotometre)



Pengukuran kadar posfor (P)
1.      Menimbang tanah 1,5 gram dan memasukkan kedalam tabung reaksi.
2.      Menambahkan 15 ml larutan PA (NH4F + 4,16 ml HCl 6 N).   
3.      Mengocok selama 15 menit.
4.      Menyaring lalu memipet 5 ml kedalam tabung reaksi.
5.      Menambakan 5 ml larutan PB (NH4-Heptamolybdat+H3BO3+HCl).
6.      Menambahkan 5 tetes larutan PC (L-aminoz-napthol-4 Sulfuric acid+Na2S2O5).
7.      Menunggu selama 15 menit.
8.      Mengukur menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.



















IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1.Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengamatan Kemasaman tanah (pH)
Jenis tanah
Sampel
pH H2O
pH KCl
Tanah mineral
1
4,49
3,92
2
4,47
3,94
Rata rata
4,48
3,93
Tanah gambut
3
3,39
2,21
4
3,31
2,03
Rata-rata
3,35
2,12

Tabel 2. Pengamatan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Jenis tanah
Sampel
Kapasitas Tukar Kation (ppm)
Tanah mineral
1
21,009
2
23,63
Rata rata
22,3645
Tanah gambut
3
44,309
4
11,074
Rata-rata
27,6915






Tabel 3. Pengamatan Kejenuhan Basa (KB)
Jenis tanah
Sampel
Kejenuhan Basa (%)
Tanah mineral
1
8,917
2
38,066
Rata rata
23,4915
Tanah gambut
3
6,116
4
17,315
Rata-rata
11,7155

Tabel 4. Pengamatan Kadar Posfor (P)
Jenis tanah
Sampel
Kadar P (ppm)
Tanah mineral
1
11,9581
2
11,1496
Rata rata
11,5538
Tanah gambut
3
43,2288
4
35,464
Rata-rata
39,3634










4.2. Pembahasan
4.2.1.      Kadar pH
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata pH tanah mineral yang diukur menggunakan larutan H2O adalah 4,48  umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pH tanah gambut yaitu 3,35. Pengukuran pH dengan menggunakan larutan H2O adalah pengukuran kemasaman pada larutan tanah yang merupakan kemasaman aktif tanah dan berdampak langsung pada pertumbuhan dan hasil tanaman yang akan dibudidayakan pada tanah tersebut. Sedangkan pengukuran dengan menggunakan larutan KCl rata-rata pH tanah mineral yaitu 3,93 dan juga lebih tinggi dari pada pH tanah gambut yaitu 2,12. Pengukuran kemasaman tanah dengan menggunakan larutan KCl merupakan pengukuran kemasaman potensial tanah yang tidak secara langsung berdampak pada tanaman budidaya. Kemasaman tanah pada tanah gambut lebih tinggi daripada tanah mineral disebabkan oleh sumber kemasaman pada tanah gambut ada dua yaitu peranan ion hidroksida Al3+ dan H+ yang dapat dipertukarkan, kombinasi dari kedua sumber kemasaman tersebut menjadikan tanah gambut memiliki pH yang sangat rendah. Lain halnya pada tanah mineral yang sumber kemasamannya yang hanya merupakan peranan ion hidroksida saja. Oleh karena itu perlu perlu pengelolaan secara khusus atau lebih intensif ketika hendak membudidayakan tanaman pada tanah ini, contohnya dengan pemberian kapur, pupuk kandang dan mineralisasi tanah gambut (pencampuran tanah gambut dengan tanah pasir) yang akan mengurangi tingginya kemasaman tanah gambut dan menaikkan pH nya.
Pentingnya pH tanah antara lain a)Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Al, sedang pada pH alkalis unsur P difiksasi oleh Ca. b)Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah-tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, disamping memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi akar tanaman. Disamping itu pada reaksi tanah yang masam, unsur-unsur mikro menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak. Unsur mikro merupakan hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sangat kecil, sehingga menjadi racun kalau dalam jumlah besar. c)Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Bakteri, jamur yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman akan berkembang baik pada pH > 5,5 apabila pH tanah terlalu rendah maka akan terhambat aktivitasnya.
4.2.2.      Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut lebih tinggi pada tanah mineral yaitu 39,3464 me/100g sedangkan pada tanah mineral 11,5538  me/100g. KTK pada tanah gambut umumnya lebih tinggi dibandingkan tanah mineral dikarenakan tanah gambut memiliki koloid organik yang berasal dari perombakan bahan-bahan organik yang terdapat dalam tanah gambut (humifikasi). Koloid organik ini menyebabkan luas permukaan jenis pada tanah gambut semakin besar karena jumlah koloid tanah dan luas permukaan jenis berkorelasi positif, maksudnya semakin banyak koloid yang dimiliki suatu tanah maka semakin besar pula luas permukaan jenisnya. Hal ini berkaitan juga dengan meningkatnya jumlah kapasitas tukar kation pada tanah gambut. Tanah mineral juga memiliki koloid tanah tapi khusus untuk yang memiliki tekstur halus. Tanah mineral yang bertekstur halus lebih didominasi oleh fraksi liat. Fraksi liat inilah dapat dikatakan sebagai koloid dikarenakan ukuran butirnya yang hampir menyerupai koloid yaitu 0,1 . Koloid pada tanah mineral disebut sebagai koloid anorganik. Semakin kecil ukuran butir liat yang hampir menyerupai koloid maka semakin besar pula luas permukaan jenis sehingga akan memperbesar kapasitas tukar kation pada tanah mineral.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa koloid organik memiliki luas permukaan jenis lebih besar ketimbang koloid anorganik, hal ini juga berkaitan dengan jumlah kapasitas tukar kationnya. KTK yang tinggi pada tanah gambut tidak baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman budidaya dikarenakan kation yang dipertukarkan adalah asam-asam organik H+ dan ion hidroksil Al3+ dan Fe3+ sehingga akan menjadi racun bagi tanaman. Lain halnya pada tanah mineral, KTK nya yang tinggi justru sangat menguntungkan pada budidaya tanaman dikarenakan kation yang dipertukarkan adalah kation-kation yang memang diperlukan bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya, seperti Na, Ca, Mg dan K.

4.2.3.      Kejenuhan Basa
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kejenuhan basa pada tanah mineral lebih tinggi daripada tanah gambut, yaitu 23,4915% sedangkan pada tanah gambut adalah 11,7155%. Hal ini berhubungan dengan reaksi tanah (pH) dikarenakan pada tanah mineral umumnya pHnya mendekati netral atau bersifat alkalis atau mempunyai pH di >7 sehingga kation-kation yang dipertukarkan dalam konteks jerapan tanah adalah unsur-unsur yang bersifat basa seperti Na, Ca, Mg dan K sehingga presentase kejenuhannya menjadi tinggi jika dibandingkan dengan tanah gambut yang memiliki pH rendah sehingga  kation-kationnya dipertukarkan dalam bentuk asam-asam organik H+ dan ion hidroksil Al3+ dan Fe3+  sebab pada jerapan organik yang banyak terikat adalah ion-ion logam sehingga ion-ion logam inilah yang paling dominan untuk dipertukarkan.
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Besar kecilnya nilai kejenuhan basa sangat tergantung pada nilai KTK yang terdapat dalam tanah. KTK dalam tanah sanat berhubungan dengan jumlah koloid yang terkandung dalam tanah baik itu koloid anorganik maupuk koloid organik.  Semakin rendah nilai KTK tanah maka semakin semakin rendah pula nilai KB nya atau semakin sedikit jumlah basa-basa yang dipertukarkan, begitu juga sebaliknya semakin tinggi nilai KTK tanah maka semakin tinggi pula nilai KBnya atau semakin banyak jumlah basa-basa yang dipertukarkan.
4.2.4.      Kadar Posfor (P)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kadar posfor (P) dalam tanah gambut lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral yaitu 39,3634 ppm sedangkan pada tanah mineral adalah 11,5538 ppm. Hal ini dikarenakan P tersebut merupakan hasil perombakan bahan organik yang terkandung dalam tanah gambut tetapi pada umumnya P dalam tanah gambut, hubungannya dengan pH yang sangat rendah sehingga P terikat kuat oleh ion logam dan juga P dalam tanah gambut masih dam bentuk organik (mentah) sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Jadi walaupun tidak ada input yang diberikan berupa pupuk yang mengandung unsur hara P tanah gambut sudah memiliki gudang P tersendiri dari hasil perombakan bahan organik asalkan pH tanah gambut bisa dinaikkan walaupun hanya mendekati netral. Sebaliknya pada tanah mineral yang umumnya memiliki pH netral P langsung tersedia bagi tanaman walaupun dalam jumlah sedikit sehingga perlu diberikan input berupa pupuk yang mengandung unsur hara P.
Unsur hara P dikenal sebagai unsur hara yang immobile artinya unsur hara P tidak bisa berdiri sendiri melainkan selalu berikatan dan keberadaannya pun sangat bergantung pada pH. Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat dijelaskan bahwa pada pH yang rendah atau tingkat kemasaman yang tinggi unsur hara P diikat kuat oleh unsur logam seperti Al dan Fe pada tanah sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah basa atau pada tanah-tanah yang ber pH tinggi (>7) unsur hara P juga diikat kuat oleh unsur basa Ca sehingga juga tidak tersedia bagi tanaman budidaya. Padahal unsur hara P termasuk unsur hara makro yang artinya unsur ini sangat diperlukan tanaman dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan dan hasil tanaman budidaya. Tetapi unsur hara P baru tersedia jika pH dalam keadaan netral. Sebab-sebab tanah baik itu pada tanah mineral atau tanah gambut menjadi kekurangan unsur P adalah jumlah P yang terlalu sedikit dalam tanah, sebagian besar P terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil atau diserap oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam dan Ca pada tanah alkalis.
Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan unsur hara P pada tanah masam dan tanah basa bisa dinaikkan pHnya pada tanah masam dan pHnya diturunkan pada tanah basa sehingga menjadi netral atau tidak mendekati netral. Atau bisa juga pemberian pupuk yang mengandung unsur hara P jangan disebar dipermukaan tanah dan sehingga jauh dari perakaran tanaman melainkan dibuat larikan disekitar akat tanaman sehingga meminimalisir kontak unsur hara P dengan tanah sehingga dapat langsung diserap oleh akar tanaman.

4.2.5.      Hubungan Antara pH, KTK, KB dan Posfor
Kemasaman tanah (pH) tidak berpengaruh sama sekali terhadap jumlah kapasitas tukar kation (KTK) tetapi berpengaruh pada jenis kation yang dipertukarkan. Kation merupakan ion positif yang terdapat dalam tanah. Pada tanah yang ber pH rendah atau dalam keadaan masam atau seperti pada tanah gambut jenis kation yang umumnya dipertukarkan adalah ion-ion logam berat yang bersifat racun bagi tanaman yaitu Al dan Fe serta ion H+ yang tentunya juga berbahaya bagi tanaman. Sedangkan pada tanah yang bersifat basa atau ber pH tinggi atau seperti pada tanah mineral maka jenis kation (ion positif) yang dipertukarkan adalah K, Ca, Mg dan Na, dimana unsur-unsur basa ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Oleh karena itu jenis tanah ini bisa dikategorikan sebagai tanah yang subur untuk pertanaian.
Kejenuhan basa bisa diartikan sebagai jumlah basa-basa yang dipertukarkan dalam konteks jerapan tanah, yang dimana basa-basa tersebut sangat diperlukan untuk tumbuh dan berkembang tanaman. Kemasaman tanah (pH) sangat berpengaruh pada nilai kejenuhan basa pada tanah. Hal ini dikarenakan untuk tanah-tanah yang ber pH rendah seperti pada tanah gambut  kation-kation yang dipertukarkan adalah  ion-ion positif yang bersifat masam sedangkan pada tanah-tanah basa atau tanah dengan pH yang tinggi seperti pada tanah mineral kation-kation yang dipertukarkan adalah ion-ion positif yang bersifat basa. Kapasitas kejenuhan basa dapat digunakan sebagai indikator kesuburan tanah karena jika kejenuhan basa tinggi maka jumlah basa-basa yang dipertukarkan akan semakin banyak sehingga tanah dengan kejenuhan basa yang tinggi akan menyediakan unsur-unsur yang memang sangat diperlukan oleh tanaman.
Unsur hara P merupakan unsur hara makro yang berarti unsur hara ini sangatlah diperlukan tanaman dan dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi keberadaan unsur hara ini sangat dipengaruhi oleh kadar pH tanah. Unsur hara P tidak tersedia untuk tanah-tanah yang terlalu masam atau terlalu basa. Hal ini dikarenakan pada tanah yang terlalu masam seperti pada tanahgambut unsur hara P akan terikat kuat oleh ion-ion hidroksil seperti Al dan Fe sedangkan pada tanah yang terlalu basa seperti pada tanah mineral unsur ini akan terikat kuat oleh unsur Ca. jadi dapat dikatakan unsur hara P ini bersifat immobile atau unsur hara yang rentan terikat terhadap unsur lain sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Bagian yang paling aktif didalam tanah adalah partikel-partikel tanah berukuran koloid. Koloid organik dan anorganik tanah ini bermuatan negatif dan dapat menjerap kation, yang dalam keadaan tertentu dapat terlepas kembali. Koloid tanah dapat menjerap kation. Jumlah kation yang terjerap tergantung pada susunan kimia dan mineral koloid tanah. Muatan negatif koloid mineral berasal dari valensi-valensi yang pada patahan-patahan mineral, ionisasi hydrogen dari gugus Al –OH dan subsitusi isomorfik. Sedangkan muatan negatif koloid organik berasal dari ionisasi gugus karboksil dan fenolik.
 Semakin banyak koloid dalam suatu tanah maka akan semakin memperbesar luas penampang aktifnya. Maksudnya adalah luas penampang inilah yang nantinya akan dijadikan tempat terjadinya pertukaran kation antara koloid tanah dan tanaman. Maka dari itu besarnya jumlah koloid tanah akan sangat mempengaruhi jumlah kapasitas tukar kation dalam tanah.
Semakin tinggi kapasitas tukar kation suatu belum dapat dikatakan jika tanah tersebut sebagai tanah yang subur untuk pertanian. Karena hal ini tergantung pada jenis kation yang dipertukarkan dalam konteks jerapan tanah. Jika kation yang dipertukarkan adalah basa-basa yang memang diperlukan tanaman seperti K, Ca, Mg dan Na maka bisa dikatakan tanah tersebut subur. Tapi sebaliknya jika kation yang dipertukarkan adalah ion-ion hidroksil seperti Al, Fe dan ion H+ maka tidak bias dikatakan tanah tersebut subur untuk pertanian.
























V.                KESIMPULAN


1.      Tanah mineral memiliki kadar pH yang lebih tinggi daripada tanah gambut baik dilihat dari segi kemasaman aktifnya ataupun jika dilihat dari segi kemasaman potensialnya.
2.      Tanah mineral memiliki jumlah kapasitas basa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah gambut, hal ini berhubungan dengan kation-kation yang dipertukarkan dalam tanah. Pada tanah mineral kation-kation yang dipertukarkan adalah unsur-unsur hara yang bersifat basa sedangkan tanah gambut kation-kation yang dipertukarkan berupa asam-asam organik H+ dan ion hidroksil Al3+ dan Fe3+.
3.      Tanah mineral pada memiliki jumlah kapasitas tukar kation yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tanah gambut, hal ini berhubungan dengan proses humifikasi pada tanah gambut.
4.      Tanah mineral memiliki kadar P yang lebih rendah daripada tanah gambut.















DAFTAR PUSTAKA


Hakim, Nurjati, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha,
Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hardjowigeno, H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur, Makassar
Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta

1 komentar: