Kamis, 07 Maret 2013

manfaat kulit singkong RINGKASAN. bram



RINGKASAN

Sebagai tanaman pangan, ubi-ubian masih tergolong kelompok yang paling kurang mendapat perhatian atau penghargaan masyarakat dibanding dengan padi-padian dan kacang-kacangan. Pemanfaatan singkong seringkali menghasilkan sampah yang memenuhi bahkan mencemari lingkungan. Permasalahan sampah yang harus dilaksanakan secara terpadu. Teknologi pengolahan sampah kota secara terpadu menekankan pada pemecahan masalah sampah perkotaan dengan melihat sampah sebagai sumberdaya. Sal;ah satu pengolahan limbah singkong adalah dengan menmanfaatkan kulit singkong yang biasanya terbuang percuma menjadi suatu produk yang bernilai ekonomi dan memiliki nilai tambah.
Kulit singkong dapat dijadikan cemilan keripik berbagai macam rasa dan dibuat secara higienis. Dikarenakan kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yang dapat dikonsumsi pula oleh manusia. Presentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk / hancur ) secara alami.
Kulit singkong dapat dijadikan sebagai pakan alternatif ternak kambing dan domba dikarenakan kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan ternak mengandung asam sianida. Konsentrasi glukosida sianogenik di kulit umbi bisa 5 sampai 10 kali lebih besar dari pada umbinya. Sifat racun pada biomass ketela pohon (termasuk kulitnya umbinya) terjadi akibat terbebasnya HCN dari glukosida sianogenik yang dikandungnya. Total kandungan sianida pada kulit singkong berkisar antara 150 sampai 360 mg HCN per kg berat segar. Namun kandungan sianida ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas tanaman singkongnya. Dilaporkan bahwa ternak domba mampu mentoleransi asam sianida pada konsentrasi 2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup. Sedangkan TWEYONGYERE dan KATONGOLE (2002), melaporkan bahwa konsentrasi asam sianida yang aman dari pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Hasil analisa kandungan HCN pada kulit singkong yang diambil dari Desa Cipambuan dan Bojongkembar adalah 459,56 ppm. Tingginya kandungan asam sianida dalam kulit singkong ini dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi oleh ternak (domba/kambing).
Kulit ubi kayu/singkong sering dianggap remeh dan menjadi limbah rumah tangga padahal ada banyak manfaat yang didapat dari kulit singkong.Meningkatnya pembangunan fisik menyebabkan kebutuhan bahan bangunan juga makin meningkat.Salah satu bahan bangunan yang sering digunakan adalah paving block. Paving block digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti tempat parkir mobil di pertokoan, maupun sebagai perkerasan jalan pada komplek-komplek perumahan.Melihat permasalahan yang ada muncul ide untuk memanfatkan sampah kulit singkong sebagai paving block sebagai upaya mengurangi timbulan sampah.
Bahwa  Singkong merupakan umbi akar yang dimana kulit nya mempunyai fungsi sebagai bahan untuk kompos yang selama ini masyarakat telah menganggapnya sebagai limbah yang di mana tidak mempunyai nilai fungsi. Dalam hal ini menurut penelitian (Ankabi,2007) kompos kulit singkong bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tumbuhan yang berpotensi sebagai insektisida tumbuhan tanaman. Kulit singkong memiliki kandungan  yang di butuhkan tanaman diantaranya yaitu sebagai berikut:
Kandungan
C
H
O
N
S
H2O
persentase
59,31
9,78
28,74
2,06
0,11
11,4
Pada table di atas di dapat kandungan C di dapat59,31% yangberarti terdapat carbon yang tinggi pada kulit singkong, pada H di dapat 9,78%, O(28,74%) , N dengan kandungan 2,06 % , S dengan kandungan 0,11% dan H2O dengan kanndungan 11,4%.
 Limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang mampu mengurangi kadar logam berat berbahaya. Logam-logam yang dapat diserap seperti timbal (Pb (II)), tembaga (Cu (II)), dan cadmium (Cd (II)). Disebut logam berat berbahaya karena konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Logam berat berbahaya dari limbah industri diindikasi dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, makanan, dan minuman. Logam timbal tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga bila mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh logam, dapat mengganggu kesehatan manusia. Bila terkonsumsi, tubuh manusia akan mengeluarkannya zatnya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Adanya logam Pb dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurolog (susunan saraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem saraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 miligram/dl dalam darah. Suharso mengatakan, limbah kulit singkong berpotensi mengikat ion logam berat karena mengandung sellulosa non-reduksi. Ia juga memiliki kelebihan lain, selain biaya yang lebih murah, efektif, tidak memiliki efek samping juga bahan yang mudah didapat.  Cara pemanfaatan limbah singkong, diawali dengan membersihkan bagian kulit singkong yang berwarna putih untuk kemudian dihaluskan hingga menyerupai serbuk. Selanjutnya, diaktifiasi (diaktifkan) sebanyak dua kali. Pertama mereaksikannya dengan asam nitrat (HNO3) 0,3 M dengan cara merendamnya selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bio molekul terlarut yang mungkin berinteraksi dengan ion logam. Selanjutnya, dicuci dengan air bebas ion sampai diperoleh derajat keasaman (pH) 7,1 dan dikeringkan di udara. Setelah itu, direaksikan kembali dengan asam merkaptoasetat (MAA) 0,5 M atau 1 M. Terakhir, diaduk selama 24 jam pada suhu 30 °C dan keasaman 7,1.
Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Salah satu bahan berpati yang berpotensi untuk pembuatan etanol yaitu singkong, mengingat singkong dapat tumbuh di lahan kritis, mudah ditanam dan masyarakat telah mengenal dengan baik tanaman singkong ini. Pada tahun 2005 Indonesia mampu menghasilkan singkong sebanyak 19.7 juta ton (sumber: BPS, 2006). Dari produk pengolahan singkong yang begitu besar dihasilkan limbah berupa kulit singkong yang biasanya hanya dibuang atau untuk campuran pakan ternak. Kulit singkong merupakan salah satu sumber bioetanol dari bahan berserat. Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun kulit singkong merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki kandungan serat yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar (berwarna coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam (berwarna putih kemerah-merahan dan halus) sebesar 8-15%. Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN ( bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang proses pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hirolisa asam dan enzimatis yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.
Karbon Aktif Kulit Singkong sebagai Filter Air.  Dengan pori-pori banyak dan besar, karbon aktif kulit singkong sangat potensial mengenyahkan bau dan warna air yang keruh. Dua siswa SMA Semesta Semarang, Jawa Tengah, berhasil menyulap kulit singkong menjadi karbon aktif. Setelah diuji laboratorium, karbon aktif dari kulit singkong ternyata mampu menyerap 99,98 persen kandungan tembaga air limbah. Bentuk karbon aktif bisanya berupa butiran kristal dan tepung (powder) yang memiliki pori-pori. Fungsi pori-pori itu menyerap zat magnetik serta menjernihkan air dari warna keruh serta menghilangkan bau tak sedap. Maka tidak heran jika karbon aktif juga digunakan sebagai filter dalam pengolahan air minum. Caranya dengan membakar kulit singkong didalam ruang tertutup agar arang sisa pembakaran kulit singkong tidak berubah menjadi debu. Kemudian dilakukan aktivasi karbon dari arang tersebut dengan menggunakan soda kimia. Setelah itu dianalisis karbon aktifnya di bawah AAS (atomic absorption spectrophotometer). Proses aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter pori-pori karbon. Dengan demikian, daya absorpsi (serap) karbon aktif menjadi tinggi terhadap zat warna dan bau pada air. Agar penelitan kulit singkong mereka sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, maka dilakukan pengujian karbon aktif dalam laboratorium. Dalam uji laboratorium, mereka menguji 20 mililiter limbah sintetis yang mengandung tembaga dengan dua gram karbon aktif kulit singkong hasil karya mereka. Setelah diuji selama 40 menit, karbon aktif dari kulit singkong itu ternyata mampu menyerap 99,98 persen kandungan tembaga (Cu) pada air limbah.




1 komentar: